18 Oktober 2011

Memuliakan Orang Tua


Awlnya ada ketertarikan pada sepasang remaja, berkenalan, dan mungkin menjalin sebuah hubungan, dan akhirnya membentuk sebuah mahligai rumah tangga yang di dalamnya terdapat anak-anak yang sesuai harapan orang  tuanya itu. Dan hal yang terparah, hubungan tersebut kandas di tengah jalan dikarenakan sesuatu yang  di anggap sangat tragis. Mungkin begitulah siklus hidup antar manusia untuk saling mengenal.
Harapan dari sepasang suami istri adalah memiliki anak-anak yang berkualitas, yang tak akan merugikan kehidupan bagi dirinya dan tentu orang tuanya. Sebelum sang istri mendapatkan tanda-tanda kehamilan, sang suami dan tentu keluarga kedua belah pihak merasa H2C (Harap Harap Cemas) menunggu terciptanya si jabang bayi, setelah adanya tanda-tanda terebut, semua orang dalam keluarganya mengkhawatirkan persalinan si jabang bayi dan keselamatan  ibunya.
Setalah si jabang bayi hadir ke dunia, keluarga merasa bahagia, dan tinggal kedua orang tua yang mempunyai tanggung jawab atas amanah yang telah di berikan oleh sang Pencipta, meraka mengasuh, mendidik, memberikan hal yang terbaik bagi anak-anaknya supaya bermanfaat bagi kehidupannya kelak, mereka menyekolahkan, melepaskan anak-anaknya untuk mencari ilmu dan pengalaman-pengalaman baru bagi mereka. Tapi sesungguhnya tak satu orang tua pun yang tak mengkhawatirkan diri anak-anaknya itu. Tapi, tak mungkin jika orang tua terus-teusan memanjakan anak-anaknya dengan cara terus terusan menguntit kehidupan sang anak.
            Setelah anak-anak yang mereka rawat dengan penuh kasih sayang beranjak dewasa, mereka memiliki keinginan dan impian masing-masing dengan segala arahan yang telah di berikan oleh orang tuanya, mereka berdiri sendiri, meraka berjauhan dengan orang tua, mereka tak saling bertemu dengan orang tua dengan kesibukan-kesibukan yang telah meraka miliki. Lalu sang anak yang tadinya sangat di lindungi orang tuanya pun mempunyai sebuah keluarga. Dengan tambah jarangnya mereka bertemu dengan orang tua, hanya hari besarlhan mereka dapat berkumpul, mungkin itu juga jika sang anak tak terlalu sibuk dengan profesi yang telah di milikinya.
Lalu, apakah orang tua merasa bahagia dengan kehidupan yang anak-anaknya miliki..?
Tentu saja iyah, orang tua hanya menginginkan anak-anaknya merasa bahagia, orang tua tak mau apa pengalaman buruk mereka teralami oleh anak-anaknya. Setiap orang tua memiliki rasa Pemaaf yang sangat besar. Mereka selalu memaklumi semua tindakan dari anak-anaknya selama itu tak berlebihan. Meskipun hanya sebantar sang anak menyempatkan diri untuk menanyakan kabar sang orang tua, itu merupakan lebih dari cukup.
Secara kasar, orang tua tak mebutuhkan harta yang melimpah dari anak-anaknya, orang tua tak memerlukan makanan enak yang di berikan anak-anaknya, jika perlakuan anak-anaknya tak sesuai kepada mereka. Meraka hanya menginginkan perlakuan yang baik dari anak-anaknya, hal seperti itu tentun saja dapat menyesuaikan. Dengan perlakuan yang baik, tentu saja harta bisa mereka berikan. Dengan keadaan sepeti itu,hati orang tua akan merasa sangat bahagia, mereka tak merasa gagal dalam mendidik anak-anaknya.

            Nah, bagaimana dengan istilah ‘Durhaka’ pada Orang tua..?
Sebelumnya, mari kita lihat bebepara pendapat para ahli mengenai arti dari durhaka,

PENEGRTIAN TENTANG BERBUAT BAIK DAN DURHAKA
Menururt lughoh (bahasa), Al-Ihsan berasal dari kata ahsana-yuhsinu-ihsanan. Sedangkan yang dimaksud dengan ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan terhadapa keduanya. Menurut Ibnu Athiyah, kita wajib juga mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah, harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang.

Sedang 'uquq artinya memotong (seperti halnya aqiqah yaitu memotong kambing). 'Uququl Walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap kedua orang tuanya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan dari seorang anak kepada kedua orang tuanya yang berupa perkataan yaitu dengan mengatakan 'ah' atau 'cis', berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci dan yang lainnya. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak memperdulikan, tidak bersilaturrahmi atau tidak memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.


[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta.]

Haram Durhaka Kepada Orang Tua
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Kitabul Adab dari jalan Abi Bakrah Radhiyallahu ‘anhu, telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Arti : Sukakah saya beritahukan kpdmu sebesar-besar dosa yg paling besar, tiga kali (beliau ulangi). Sahabat berkata, ‘Baiklah, ya Rasulullah’, bersabda Nabi. “Menyekutukan Allah, dan durhaka kpd kedua orang tua, serta camkanlah, dan saksi palsu dan perkataan bohong”. Maka Nabi selalu megulangi, “Dan persaksian palsu”, sehingga kami berkata, “semoga Nabi diam” [Hadits Riwayat Bukhari 3/151-152 -Fathul Baari 5/261 No. 2654, dan Muslim 87]
Dari hadits di atas dpt diketahui bahwa dosa besar yg paling besar setelah syirik ialah uququl walidain (durhaka kepda kedua orang tua). Dalam riwayat lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa diantara dosa-dosa besar yaitu menyekutukan Allah, durhaka kpd kedua orang tua, membunuh diri, dan sumpah palsu [Riwayat Bukhari dalam Fathul Baari 11/555]. Kemudian diantara dosa-dosa besar yg paling besar ialah seorang melaknat kedua orang tua [Hadits Riwayat Imam Bukhari]
Dari Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Arti : Sesungguh Allah mengharamkan atas kamu, durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan minta yg bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah membenci padamu banyak bicara, dan banyak berta demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan)” [Hadits Riwayat Bukhari (Fathul Baari 10/405 No. 5975) Muslim No. 1715 912)]
Hadits ini ialah salah satu hadits yg melarang seorang anak beruntuk durhaka kpd kedua orang tuanya. Seorang anak yg beruntuk durhaka berarti dia tdk masuk surga dgn sebab durhaka kpd kedua orang tuanya, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Arti : Dari Abu Darda bahwasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak masuk surga anak yg durhaka, pe,imu, khamr (minuman keras) dan orang yg mendustakan qadar” [Hadits Riwayat Ahmad 6/441 dan di Hasankan oleh Al-Albani dalam Silsilah Hadits Shahih 675]
Diantara bentuk durhaka (uquq) ialah :
1.     Menimbulkan gangguan terhadap orang tua baik berupa perkataan (ucapan) ataupun peruntukan yg memuntuk orang tua sedih dan sakit hati.
2.    Berkata ‘ah’ dan tdk memenuhi panggilan orang tua.
3.    Membentak atau menghardik orang tua.
4.    Bakhil, tdk mengurusi orang tua bahkan lebih mementingkan yg lain dari pada mengurusi orang tua padahal orang tua sangat membutuhkan. Seandai memberi nafkah pun, dilakukan dgn penuh perhitungan.
5.    Bermuka masam dan cemberut dihadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, ‘kolot’ dan lain-lain.
6.    Menyuruh orang tua, misal menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tdk pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua atau lemah. Tetapi jika ‘Si Ibu” melakukan pekerjaan tersebut dgn kemauan sendiri maka tdk mengapa dan krn itu anak hrs berterima kasih.
7.    Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua.
8.    Memasukkan kemungkaran kedalam rumah misal alat musik, mengisap rokok, dll.
9.    Mendahulukan taat kpd istri dari pada orang tua. Bahkan ada sebagian orang dgn tega mengusir ibu demi menuruti kemauan istrinya. Na’udzubillah.
10. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dgn keberadaan orang tua dan tempat tinggal ketika status sosial meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam ini ialah sikap yg amat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yg keji dan nista.
Semua itu termasuk bentuk-bentuk kedurhakaan kepada kedua orang tua. Oleh karena itu kita harus berhati-hati dan membedakan dalam berkata kepada kedua orang tua dengan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar